IRA sudah terkenal sebagai “anak bunda”. Ini terkait dengan perilaku bocah 2 tahun itu yang selalu menuntut kebutuhannya yang selalu harus dipenuhi oleh Anis, sang Bunda, tak mau orang lain, termasuk ayah dan pengasuhnya. Dari mandi, sarapan, buat susu sampai ngelonin tidur, ya harus bunda. Akhirnya demi menghindari kerewelan buah hatinya itu, meski harus pontang-panting kewalahan, Anis terpaksa memenuhi tuntutan tersebut. Bagaimana bila Anda harus menghadapi kasus yang sama dengan Anis?
TIDAK ATASI MASALAH
Perlu diketahui, solusi yang diambil Anis memiliki plus dan minus. Kelebihannya, dengan membiarkan anak bergantung terus pada ibu, si anak memang jadi tidak rewel. Sementara kekurangannya, cara ini tidak mengatasi masalah sampai akarnya.
Justru solusi seperti itu menyimpan berbagai dampak negatif. Lama-kelamaan si ibu (dalam hal ini Anis) akan mengalami kelelahan dan tidak bisa memiliki waktu beristirahat atau melakukan aktifitas yang lain. Kemungkinan lain, si ayah merasa terabaikan karena si batita tak mau melakukan aktifitas bersamanya.
Buat si batita (Ira) sendiri, selalu bergantung pada satu orang akan menutup kesempatannya untuk mengembangkan kepercayaan serta melebarkan sosialisasi kepada orang-orang lain di lingkungan sekitarnya.
PRIBADI SULIT
Jadi apa yang harus dilakukan? Yang jelas perilaku ini perlu dikoreksi. Masalahnya terkadang para ibu tak menyadari kondisi ketergantunngan ini karena menganggap wajar bila si batita selalu membutuhkan ibunya.
Untuk membedakan dari keterikatan yang normal, mudah kok. Kalau si batita sudah sama sekali tidak mau dilayani orang lain, maunya sama ibu terus seperti kasus Ira tadi, nah, ini sudah dijadikan “alarm”.
Bila perilaku ketergantungan pada ibu ini dibiarkan terus menerus, selain membuat anak menjadi tidak percaya pada orang lain, ia juga terancam tumbuh menjadi pribadi yang sulit mengambil keputusan sendiri saat berada pada situasi tertentu.
APA PENYEBABNYA
Ketergantungan batita pada sosok ibu, bisa jadi lantaran ia menganggap bahwa ibulah satu-satunya yang mampu membentuk rasa aman dan nyaman dalam dirinya. Kondisi ini bisa terkait dengan kecilnya porsi keterlibatan ayah dalam pengasuhan dan perawatan sewaktu anak masih bayi.
Mengapa ayah tidak terlibat dalam pengasuhan? Umumnya bukan karena ayah tidak mau, namun lebih disebabkan oleh kekhawatiran ayah akan “menyakiti” bayi karena bayi dianggap makhluk mungil yang rentan. Saat ayah coba menggendong bayi, ayah merasa cemas.
Nah, kecemasan itu malah menular pada si bayi. Dari situ memori anak merekam bahwa sang ayah tidak mampu membuatnya merasa nyaman. Rasa kepercayaan pada ayah ini menyebabkan anak lebih senang melakukan berbagai aktifitas bersama ibu.
TUMBUHKAN KEYAKINAN
Cara mengoreksi perilaku ketergantungan si batita pada ibu cukup sederhana, yakni dengan memberikan kesempatan pada sosok pengganti (ayah, misal) untuk berinteraksi dengan si buah hati. Tugas utama ibu adalah menumbuhkan keyakinan dalam diri si batita bahwa melakukan aktifitas dengan oranglain selain ibupun mengasyikkan. Berikut step by step menumbuhkan kepercayaan tersebut :
1. Perlihatkan rasa percaya
Ibu terlebih dulu harus memiliki kepercayaan bahwa orang lain (ayah) pun sanggup mengasuh si kecil dengan baik. Rasa percaya ini perlu dibangun demi mengusir kegelisahan yang bakal muncul. Perlu diketahui, sinyal kegelisahan ibu bisa ditangkap oleh anak sebab mereka memilki kepekaan yang tinggi terhadap perasaan orangtuanya.
2. Ciptakan interaksi untuk menumbuhkan keyakinan
Pada tahap ini, ibu membujuk si batita untuk mau mencoba berinteraksi dengan ayahnya. Misal dengan mengatakan, “Yuk, bikin susu sama Ayah. Susu bikinan Ayah juga lezat, lo.” Interaksi ini akan membuka peluang bagi ayah untuk membuktikan dirinya pun mampu melakukan hal-hal yang biasa dilakukan oleh ibu.
3. Mendampingi si batita saat proses adaptasi
Menumbuhkan kepercayaan membutuhkan sebuah proses. Jadi, tak perlu terburu-buru memaksa si batita langsung percaya pada sosok pengganti karena ia tentunya butuh waktu untuk beradaptasi.
Agar proses beradaptasi antar si kecil dan ayahnya itu lancar, ibu sebaiknya masih ada disekitar mereka kala mereka sedang beraktifitas bersama. Ketika ayah hendak membuatkan susu bagi si kecil, ibu berbenah di ruangan yang sama sambil bersuara sebagai pertanda ibu masih ada di dekat situ. “Bagaimana Ayah buat susunya, Dek? Lebih cepat dan lebih enak ya?”
4. Secara perlahan tinggalkan si batita
Cobalah amati, bila si batita sudah tampak nyaman dengan ayahnya, perlahan menjauhlah dengan meminta izin terlebih dulu sehingga anak tidak merasa ditinggalkan begitu saja. Jangan lupa sampaikan terlebih penghargaan kepadanya. “Ibu mandi dulu ya. Ira minum susu ditemani Ayah. Kan Ira anak pintar. Nanti kita main lagi bertiga ya kalau ibu selesai mandi.”
5. Tingkatkan frekuensi
Bila si batita mulai bisa menerima si sosok yang diharapkan terlibat dalam pengasuhan, tingkatkan frekuensi aktifitas yang dilakukan bersama, niscaya rasa percaya anak kepada orang tersebut akan semakin tinggi. Lama-kelamaan si batita tak perlu bergantung lagi pada ibu. Ibupun tidak lagi kerepotan sendirian menghadapi si kecil!
Selamat mencoba… (Tabloid Nakita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar