Menurut Jean
Piaget, “Bagi anak, bermain adalah sarana mengubah kekuatan potensial dalam
diri menjadi pelbagai kemampuan dan kecakapan. Bermain adalah sarana utama
untuk belajar hukum alam, hubungan antara orang dan obyek”. Denga kata lain,
bermain dapat membantu pertumbuhan fisik dan seluruh aspek perkembangan anak (moral dan agama, fisik
kognitif, bahasa, sosial dan emosional).
Sebagai orang tua
bijak, sadarkah kita sering memilihkanalat main dan permainan kurang tepat untuk
buah hati? Karena kita sering terjebak pada asumsi bahwa permainan dan alat
main adalah sarana agar anak tidak rewel, agar anak senang , cukup sebatas itu
saja. Sehingga kita kurang selektif memilihkan mainan dan mengenalkan permainan
untuk anak.
Industri modern
merancang berbagai alat main dengan variatif dan menarik bagi anak-anak , namun
tidak semua alat main produksi pabrik aman untuk anak dari segi bahan dan
fungsi alat main itu sendiri. Sesungguhnya alam sangat potensial menyediakan
alat main yang aman untuk anak selain dapat mengajak mereka lebih mengenal ayat-ayat kauniyah (alam), mencintai dan peduli pada alam.
Seperti memanfaatkan sampah sehingga dapat di daur ulang menjadi alat main
edukatif, misalnya kadar susu yang tidak terpakai dapat dipotong menjadi
beberapa bentuk geometri sehingga dapat menjadi media untuk anak mengenal
bentuk geometri, membuat mobil-mobilan dari kulit jeruk bali, membuat kalung
dari tangkai daun ketela atau membuat meriam dan kuda-kudaan dari pelepah
pisang.
Melibatkan anak
dalam membuat alat main tradisional adalah langkah nyata dalam membangun
kreativitas mereka. Karena dengan memegang, menyentuh , dan meraba alat main
baik dari alam dan daur ulang, anak dapat bereksplorasi, yaitu menyelidiki,
menggali lebih dalam melalui indernya juga dapat bereksperimen atau
mencoba-coba sebagai wujud mereka menemukan pengalaman-pengalaman baru saat
bermain. Output dari penanaman kreativitas sejak dini adalah anak-anak akan
tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, tertantang melakukan hal-hal baru, dan
mampu memecahkan berbagai masalah.
Namun fenomena
yang terjadi saat ini umumnya anak kurang mengenal alat main dan permainan
tradisional. Mereka lebih akrab dengan game on line di internet atau hp. Memang
baik mengenalkan tekhnologi pada mereka. Namun bisa dicermati, apakah game di
komputer cukup edukatif dan mengena seluruh aspek perkembangan anak? atau justru
anak-anak kita semakin asyik pada layar komputer dan tidak terbangun sosial
emosionalnya karena enggan berinteraksi dengan orang lain dan tidak mengenal
lingkungan sekitar, memiliki dunia sendiri karena ia bisa memainkan sebuah permainan seorang diri.
Zaman dulu kita
masih sering diperkenakan orangtua dengan dolanan anak yang sarat dengan
nilai-nilai luhur saat permainan yang mampu melatih motorik halus, mengenal
bilangan, mengenal konsep kanan-kiri, melatih anak untuk bersabar menunggu
giliran, jujur, sportif, hati-hati,mengenal aturan , menjalin interaksi dengan
teman. Berkomunikasi, mengenal arti toleransi, interaksi sosial, kerjasama tim,
seperti permainan dakon, atau lompat tali, yang dapat melatih bersosialisasi
dan bekerjasama, melatih koordinasi mata dengan tangan, mengenal konsep tinggi,
rendah, panjang-pendek, juga jamuran, engklek, benthik, cublak-cublak suweng,
dan lain-lain.
Dunia anak-anak
adalah dunia bermain, sehingga proses belajar mereka adalah melalui bermain
(learning through playing) tentunya dengan permainan seperti dolanan anak dan alat main tradisional, karena permainan
semacam itu memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan kejiwaan,
pembentukan karakter dan kehidupan sosial anak di kemudian hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar